Tunjukkan Dukungan Mengatasi Darurat Perokok Anak dengan Cara Ini


“Adik saya yang belum genap berusia 10 tahun dan masih duduk di bangku kelas IV SD, diam-diam menjadi perokok aktif. Suatu hari, kami menemukan rokok elektrik. Ternyata selama ini dia menabung untuk bisa membeli rokok elektrik sendiri. Bahkan adik saya belajar cara merokok, dan mengenal bagian-bagian rokok elektrik, hingga cara mendapatkan berbagai rasa, semuanya hanya lewat internet.”
#curhat salah satu kakak pada zoom dengan tema: Masihkah Pemerintah Berkomitmen Menurunkan Prevalensi Perokok Anak untuk mencapai target RPJMN, yang diadakan oleh Lentera Anak.

Itu hanyalah salah satu contoh nyata yang terjadi di lapangan. Bagaimana anak di bawah umur mudah mendapatkan akses informasi dan produk rokok. Bahkan bisa tidak diketahui oleh lingkungan terdekatnya, keluarga. Tandanya, Indonesia sudah menunjukkan kondisi darurat perokok anak.



ANAK ITU TIDAK MEROKOK, TAPI PAKAI ELEKTRIK KOK


Menurut Octavian Deta dari Indonesian Youth Council For Tobacco Control (IYCCTC), rokok elektrik hanyalah “baju baru” dari rokok yang sebelumnya sudah ada, atau rokok konvensional. Coba lihat kandungan rokok elektrik ternyata sama bahayanya dengan rokok konvensional. Di dalam rokok elektrik juga berisi nikotin, formalin, propilen glikol, dan zat adiktif lainnya yang berbahaya. Sama halnya dengan rokok konvensional, ternyata rokok elekrik juga bisa memicu penyakit kanker.

“Rokok elektrik hanyalah “baju baru” dari rokok konvensional”


Meski asosiasi penjual rokok sudah menegaskan tidak akan menjual rokok di bawah usia 18 tahun, namun kenyataan pengawasan belum maksimal sehingga masih banyak anak-anak mudah mendapatkan rokok. Tidak hanya itu, anak-anak juga bisa mengelabui dengan meminta dibelikan oleh dewasa. Sayangnya yang dewasa juga mau melakukannya.

Masih banyak fakta-fakta seputar darurat perokok anak yang harus diketahui, agar masyarakat semakin sadar hingga akhirnya peduli untuk sama-sama mengatasi kondisi tersebut.

5 FAKTA SEPUTAR DARURAT PEROKOK ANAK:


#1 Angka perokok anak meningkat tajam

Sebelumnya, target prevalensi anak yang merokok di Indonesia harusnya turun menjadi 5,4% pada tahun 2019 lalu. Namun, kenyataannya sekarang berbanding terbalik, bahkan meningkat. Data terbaru menunjukkan perokok anak justru meningkat mencapai 9,1% atau sekitar 7,8 juta. Angka itu sama dengan 101 Gelora Bung Karno yang isinya anak-anak Indonesia sedang merokok. Sedih ya.

“Perokok anak mencapai 7,8 juta setara 101 Gelora Bung Karno yang isinya anak-anak Indonesia sedang merokok”


#2 Belum ada perubahan signifikan selama 10 tahun terakhir

Jika dibandingkan dengan 10 tahun lalu, kondisi perokok anak saat ini semakin buruk karena karena prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun mencapai 9,1%. Artinya harus ada solusi baru agar kondisi tidak semakin memburuk.

#3 Sudah ada PP No. 109/2012

Sebenarnya, di Indonesia sudah ada regulasi peraturan pemerintah atau PP No. 109/2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif produk tembakau. Namun, pengawasan dalam proses pelaksanaan kurang maksimal sehingga peluang naiknya angka perokok anak semakin terbuka lebar. Ini adalah kondisi memprihatinkan yang harus segera diatasi.

#4 Belum tanda tangan FCTC

Meski Indonesia adalah negara yang menginisiasi Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau atau World Health Organization Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), atau perjanjian internasional tentang kesehatan masyarakat yang dibahas dan disepakati oleh negara-negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Namun setelah 4 tahun berlangsung, Indonesia belum memberi tanda tangan kesepakatan FCTC di sidang kesehatan sedunia pada tanggal 21 Mei 2003 lalu.

Sumber informasi nomor 1-4: Yayasan Lentera Anak

#5 Rokok elektrik tidak lebih baik dari pada rokok

Jika ada yang mengatakan: rokok elektrik lebih baik dari pada rokok konvensional itu salah besar. Rokok elektrik sama dengan rokok konvensional hanya “bentuknya” saja yang berbeda.


Sumber informasi nomor 1-4: Yayasan Lentera Anak


Dari 5 fakta di atas, sudah menunjukkan kondisi yang tidak baik bagi kalangan anak-anak. Pasalnya, rokok tidak dianjurkan dikonsumsi oleh anak-anak karena masih di bawah umur. Fakta di lapangan ini bisa menjadi motivasi untuk mendukung solusi darurat perokok anak.

KONTRIBUSI PEMERINTAH MENGATASI DARURAT PEROKOK ANAK


Untuk menanggulangi kondisi darurat perokok anak, dibutuhkan keterlibatan semua pihak. Salah satu pihak yang memiliki kontribusi penting adalah dari, pemerintah. Pasalnya, pemerintah memiliki kewenangan membuat regulasi, menegakkan regulasi, dan membuat aturan di masyarakat, termasuk menjaga hak anak dari bahaya, salah satunya bahanya rokok yang semakin merajalela saat ini. Beberapa kementrian juga memiliki program tersendiri, seperti yang diutarakan pada zoom beberapa waktu lalu.

#Dukungan dari kementrian kesehatan

Meski sudah memiliki regulasi pada peraturan pemerintah yaitu PP 109/2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan. Namun, masih perlu adanya revisi pada PP tersebut, karena kenyataan di lapangan bahwa regulasi tersebut masih belum kuat membendung angka perokok anak-anak yang terus merangkak naik.

Beberapa revisi PP 109/2012 bisa dilakukan dari segi pengaturannya, seperti aturan penjualan dan pembelian eceran, hingga mekanisme pengawasan agar lebih ketat lagi. Tentu setiap regulasi harus melalui tahapan uji publik, meski selalu ada pro kontra, tapi kondisi darurat perokok anak harus segera diatasi. Jika tidak, maka akan seperti bom waktu yang mengancam Indonesia bisa tidak memiliki orang produktif, karena sejak dini mengonsumsi rokok sehingga penyakit pun semakin cepat menghampiri.

“Masalah darurat perokok anak harus segera diatasi atau nanti menjadi bom waktu yang berbahaya bagi Indonesia”



Sumber: Yayasan Lentera Anak

#Dukungan dari kementrian komunikasi dan informatika

Berkaca dari curhat seorang kakak yang menangkap adiknya kelas IV SD memiliki rokok elektrik, ternyata bisa membeli dan mendapatkan informasi detail mengenai rokok elektrik, hanya lewat internet. Maka, ini sudah masuk ke ranah kementrian komunikasi dan informatika untuk membatasi, bahkan mungkin melarang total iklan rokok di internet. Pengawasan media juga harus semakin diperketat agar peluang anak-anak mengetahui dan membeli rokok lewat internet semakin kecil.

Saat ini, kementrian komunikasi dan informasi juga terus berusaha memblokir situs yang tidak sesuai dengan peraturan. Meski begitu, pemerintah berharap dukungan dari orang tua agar tetap mengawasi anak ketika menggunakan ponsel.

#Dukungan dari kementrian perdagangan

Ranah kementrian pedagangan dalam mengatasi darurat perokok anak di Indonesia adalah, berusaha memberikan perlidungan konsumen dari bahaya rokok. Untuk itu diperlukan mekanisme pengawasan yang lebih ketat lagi agar produsen terus mau mematuhi aturan yang berlaku. Misalnya, selalu memberikan label untuk usia berapa pada produk. Selain itu, kementrian pedagangan nyatanya belum memiliki pengaturan penjualan agar kelak bisa jelas kewenangannya.

Meski begitu, kementrian pedagangan berusaha melindungi 2 pihak, yaitu produsen dan konsumen. Produsen yang menaungi petani-petani tembakau dan pabrik tembakau yang banyak menyerap tenaga kerja, tapi tetap melindungi hak anak di bawah umur agar terbebas dari rokok. Maka, win win solution-nya adalah memperluas pangsa pasar ekspor.


“Kementrian pedagangan tetap melindungi 2 pihak. Pertama, produsen yang menaungi banyak petani tembakau dan banyak pabrik yang menyerap tenaga kerja. Kedua, perlindungan konsumen juga jauh lebih penting. Maka win-win solution adalah meningkatkan ekspor.”


#Dukungan kementrian pembedayaan perempuan dan perlindungan anak

Kementrian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak bahkan sudah melakukan perlindungan anak sampai ke wilayah terkecil, yaitu menjangkau desa. Berdasarkan konvensi hak anak maka perlu membuat kota layak anak, salah satunya kota bebas rokok.

Setidaknya ada 5 cluster yang perlu diperhatikan, yaitu:

Cluster pertama adalah media, harus mendukung hak anak agar terbebas dari rokok.

Cluster kedua adalah masyarakat, termasuk lingkungan keluarga. Masing-masing orang tua harus melindungi anak dari asap rokok di lingkungannya.

Cluster ketiga adalah adanya perluasan kawasan tanpa rokok.

Cluster keempat adalah di pendidikan. Misalnya, pemanfaatan ruang budaya dan sekolah sebagai kawasan tanpa rokok, mencegah penjual rokok di lingkungan sekolah, hingga kalau bisa tidak ada iklan rokok sepanjang perjalanan anak ke sekolah.

Cluster kelima pemerintah dan masyarakat harus menyiapkan regulasi dan upaya lindungan anak yang terdampak. Misalnya, pemerintah bisa membuat rehabilitas khusus untuk anak karena anak perlu penanggulangan yang berbeda dewasa.


Dalam mengatasi Darurat Perokok Anak, memang butuh sinergi banyak pihak dari pemerintah. Seperti, pihak kemeskes harus mengedukasi bahaya rokok, pihak kemenkominfo harus membatasi internet dalam hal akses rokok, pihak perdagangan harus mencari solusi agar produksi rokok di Indonesia tidak menjadi boomerang di dalam negeri, hingga pihak kementrian PPPA agar lingkungan sekitar anak tetap menjaga anak dari bahasa rokok.




SEMUA ORANG BISA MENDUKUNG GERAKAN MENGATASI DARURAT PEROKOK ANAK


Iya, untuk menurunkan angka prevalensi perokok anak dibutuhkan kerja sama semua pihak, tidak hanya tugas pemerintah saja.
Lalu, siapa saja yang harus terlihat?
Semua orang.
Dengan cara apa?

#Dukungan dari diri sendiri

Yang pertama adalah dengan cara memilih tidak menjadi perokok. Semua itu tergantung pilihan masing-masing, tapi dengan memilih tidak menjadi perokok maka sudah membantu untuk tidak menambah angka perokok di Indonesia.

“Dukungan bisa berawal dari diri sendiri untuk memilih tidak menjadi perokok”


#Dukungan dari keluarga

Selain dari diri sendiri, maka penting untuk memiliki keluarga yang mendukung tidak merokok. Misalnya, dari orang tua yang menjadi contoh bagi anak-anaknya dengan tidak merokok, atau dari orang tua yang sering melakukan family time sehingga mengurangi waktu anak bertemu dengan teman perokok, yang mampu memperkecil peluang anak menjadi perokok juga.

#Dukungan dari sekolah

Bisa dari kalangan guru yang memang tidak merokok, di kantin juga tidak ada yang menjual rokok, beberapa meter dari sekolah juga tidak ada penjual rokok, sehingga sekolah dan sekitarnya masuk ke kawasan bebas rokok. Sekolah bisa mengadakan kegiatan olah raga agar fisik anak-anak juga semakin kuat.

#Dukungan dari komunitas

Saat ini banyak sekali komunitas yang ada, baik secara offline dan online. Maka komunitas bisa mengadakan edukasi bahaya merokok. Misalnya, komunitas blogger mengadakan ajakan blogger untuk menulis bahaya rokok bagi anak, atau komunitas desain bisa membuat karya gambar kalau remaja tanpa rokok baru namanya keren, bukan sebaliknya.

#Dukungan dari lingkungan


Masyarakat dari berbagai kalangan bisa melakukan edukasi mengenai bahaya rokok, khususnya kalangan anak-anak. Hal sederhana misalnya, ibu-ibu PKK bisa bercerita salah satu anak yang tidak pernah berhenti sakit batuk dan ternyata memiliki orang tua perokok berat, atau kalangan remaja yang membuat konten kalau tanpa rokok bisa berkarya maksimal.





Tidak ada kata terlambat untuk mengatasi kondisi Darurat Perokok Anak, tapi harus segera dilakukan sekarang juga, karena bisa jadi besok itu sudah terlambat. Mari lindungi anak dengan memberikan hak mereka yang tumbuh berkembang sesuai usianya, termasuk terbebas dari asap rokok yang bisa mengganggu kesehatannya.


Comments

  1. Anak mulai umur 10 tahun sudah merokok, semakin parah saja kecanduan satu ini. Apalagi di usia mereka yang masih waktunya menempuh pendidikan rasanya harus segera diatasi. Memang darurat ini, terima kasih sharingnya!

    ReplyDelete

Post a Comment