7 Cara Menyapih Anak dari Pengalaman Sendiri

Tema Arisan Gandjel Rel yang ke-12 adalah “Tentang yang Pertama” dari Mbak Dini dan Marita. Pas banget, aku mau cerita pengalaman pertama menyapih anak. Alhamdulillah, sekarang, Anak Lanang (2 tahun 2 bulan) sudah disapih. Hore! Bisa pake kaos lagi. Maklum, ibu menyusui kan pake baju berkancing depan mulu, biar kalo anak rewel dikit, sumpel pake asi #kejamnyaaa.


Foto: kalo jalan-jalan sudah nggak harus bawa apron, hohoho.

Baca juga: tips seputar bayi dan anak 


Sejak Anak Lanang berusia 1,5 tahun (alias 18 bulan), aku sudah mulai mencari informasi soal tips menyapih anak. Mulai baca artikel online, postingan di blog teman, sampe tanya-tanya pas ngobrol offline. Ada anak yang usia 2 tahun mendadak nggak mau menyusui lagi (enak banget ya ini, hehehe), ada yang dikasih lipen (duh, kok aku sayang lipennya #EmakPelit), dll deh.

Dan akhirnya, aku menjalani proses menyapih berikut ini:

Satu, komunikasi. 
Walaupun aku 4 tahun belajar Ilmu Komunikasi di kampus, tapi nggak ada tuh mata kuliah soal “Berkomunikasi dengan Balita”, hehehe. Tapi, katanya, balita kadang mengerti omongan kita tapi nggak bisa ngomong balik.
Jadi sejak 1,5 tahun itu, aku sesekali bilang, “Sebentar lagi 2 tahun. Berhenti menyusui, ya.”
Kadang direspon, “Iya,” tapi seringnya dibalas, “Moh (baca: tidak mau dalam bahasa Jawa).”
Duh!

Dua, keberuntungan, hihihi. 
Aku tergolong beruntung juga, karena sejak usia 22 bulan (1 tahun 10 bulan), Anak Lanang mendadak tidak mau menyusu ketika di luar rumah. Gak tau kenapa bisa tiba-tiba gitu. Padahal kalo pas di luar rumah, dan aku sudah lelah mengikuti gerak Anak Lanang yang super-lincah, biasanya pake “senjata” menyusui biar anteng di dalam pelukan. Sayangnya, semua itu tidak berlaku kalo di dalam rumah. Lha, masak ke luar rumah tiap hari? *kekepin dompet.

Tiga, menyusui saat tidur saja. 
Tepat usia Anak Lanang menginjak 2 tahun 2 hari, aku mantapkan diri hanya menyusui di kala terlihat mengantuk. Kalau sebelumnya, setiap dia minta menyusu, selalu aku kasih. Kali ini tidak. Kalo aku kira dia minta padahal terlihat tidak ngantuk, ya aku alihkan dengan mengajak mainan, tawarin minum air putih, ato nyemil ganteng, hohoho.

Empat, berhenti menyusui ketika bangun tidur.
Untuk melakukan tahapan ke tiga di atas, tidak terlalu sulit. Tapi seminggu kemudian, aku kurangi intensitas menyusui, yaitu tidak mau menyusui ketika Anak Lanang bangun tidur ato ngelilir (aduh, bahasa Indonesianya apa ya? Pokoknya, kadang kan anak bangun, terus minta nyusu, terus tidur lagi).
Responnya? Nangis!
Tapi aku perhatikan, biasanya paling mentok nangisnya 15 menit. Kan capek nangis mulu, hehehe. Selama nangis itu, aku elus-elus aja sambil pura-pura tidur.
Oh ya, tiap bangun tidur terus nangis itu sekitar seminggu lah. Selanjutnya, kayaknya dia sudah paham kalau bangun tidur, atau ngelilir, cuma dielus-elus aku aja.
PR berikutnya adalah Anak Lanang masih menyusui setiap akan tidur. Baik tidur siang atau tidur malam.

Lima, stop menyusui. 
Di usianya 2 tahun 1 bulan 7 hari, aku baru berani komitmen stop menyusui.
Hasilnya? Setiap mau tidur Anak Lanang nangis!
Tapi ya itu, paling 15 menit aja nangisnya. Sambil dikasih tau kalo sudah 2 tahun jadi tidurnya dielus-elus aja, ya.
Ternyata, nangisnya itu sekitar 3-4 hari aja kok.
Kalo yang aku baca, anak suka proses menyusui karena serasa tidur di pelukan ibu. Jadi, awal-awalnya, Anak Lanang tidurnya kadang sambil aku peluk, kadang di bawah ketek qiqiqi, kadang malah minta bapaknya (yes! emaknya bebas, hohoho).

Enam, kenali kapan siap.
Setiap anak beda kapan siap disapih. Kalo aku, melihat anakku yang tidak mau menyusui di luar rumah. Jadi itu semacam tanda kalo sebenarnya bisa ya disapih.
Selain itu, kenali kesiapan emaknya. Contohnya, aku baru sanggup full stop menyapih anak pas anak usia 2 tahun 1 bulan 7 hari, karena di hari-hari sebelumnya lagi banyak pekerjaan. Kalo pekerjaan sudah nggak terlalu banyak, pikiran nggak capek, terus psikis lebih siap menghadapi anak yang nangis-nangis minta menyusui tapi nggak aku kasih.
Jangan lupa, minta dukungan orang terdekat. Kalo di rumahku kan cuma ada suami, ya minta tolong dia. Kalo pas suami di rumah, sesekali ngeloni anak, hehe.

Tujuh, siapkan air putih dan camilan.
Semenjak jadwal menyusui Anak Lanang berkurang hingga akhirnya bisa berhenti, porsi makanannya nambah. Kadang, habis makan nasi, setengah jam lagi minta nyemil roti. Makanya, kalo di rumah wajib ada buah dan camilan yang mengandung karbohidrat seperti roti, biskuti marie, sereal, dll. 

Nah, itu prosesku menyapih Anak Lanang. Yang utama, siap psikis dulu deh, Emak, jangan galau kalo momen menyusui sudah hilang dari aktivitas sehari-hari. Walau masalah lain kemudian muncul, kayak, sudah berhenti menyusui kok porsi makananku masih banyak ya *lempar timbangan.