Belajar Dari Rhenald Kasali

Apa itu entrepreneur???

Ada seseorang yang lahir pada tahun 1945. Kemudian mati pada tahun 1980. Namun, tertulis di batu nisannya meninggal pada tahun 1998. Kemana dia selama 18 tahun?

Ada yang menjawab dikasih formalin, sebagian beralasan jasadnya baru ditemukan, sampai salah tulisan di atas nisan. Bagaimana dengan jawaban Anda? Simpan di hati saja dahulu jawaban Anda, kita cocokkan nanti di akhir tulisan saya.

Apabila seseorang selalu memilih jalan yang sama ketika hendak berangkat ke kantor. Rumahnya yang berada di Krapyak, memilih jalan Kalibanteng-Pandanaran-Simpang Lima untuk menuju kantor yang terletak di Gajah Mada. Tiada terlintas di pikirannya untuk memilih jalan lain karena alasan jalan-jalan tersebut adalah jalan utama, jalannya lebar, dan beraspal mulus. Dia tidak mau menerima resiko bertemu dengan jalan tikus, polisi tidur, dan sangat takut kesasar nantinya. Kalau ibarat entrepreneur, dia bukanlah sosok entrepreneur yang sesungguhnya. Inilah yang disebut dengan autopilot, semua berjalan seperti hari-hari sebelumnya.

Entrepreneur itu...  Tidak pernah takut resiko.

Sekarang, sudah ada social entrepreneur yaitu entrepreneur yang bergerak di bidang social. Terus, apa bedanya dengan LSM? Beda!

LSM itu berdiri selama kehadiran dana. Tujuannya membangun tanpa adanya membina penerima dana sebagai sosok yang mandiri. Alhasil, ketika LSM meninggalkan sebuah daerah yang pernah didanai oleh LSM, penduduk sekitarnya akan mengalami kehilangan pihak penyuntik dana.

Tapi, social entrepreneur itu sosok entrepreneur yang membina masyarakat untuk menjadi entrepreneur juga. Social entrepreneur merangkul penduduk untuk membuat usaha dengan laba yang terbagi rata. Sehingga tiada satu pihak yang tertekan dalam bekerja.  Kalau pun para social entrepeneur itu pergi dari daerah tersebut, maka penduduk sekitar masih dapat bertahan hidup. Karena social entrepreneur itu tidak melulu mencari keuntungan tetapi berguna bagi masyarakat kelak.

Saat ini juga sudah ada pembahasan Manajemen Resiko. Kalau menilai resiko adalah hal yang ditentang, maka sesungguhnya perhitungan resiko itu untuk dihindari. Para entrepreneur berani berjalan walaupun resiko menghadang, karena entrepeneur punya formula untuk mengatasi resiko tersebut.

Nah, kembali soal pertanyaan di atas…

Seseorang yang mati umumnya seluruh tubuhnya kaku. Tidak jauh berbeda kan dengan orang yang kaku. Tidak mau menerima resiko dan hanya mencari jalan aman. Maka, sama saja dengan orang mati. Jangan menjadi orang kaku karena membuat Anda menjadi orang yang telah mati. Jadilah entrepreneur yang tidak kaku karena entrepreneur adalah dinamis, mengikuti arus air, dan selalu mampu beradaptasi.

Tapi, bedakan Orang Kaku dengan Orang Yang Memegang Prinsip. Orang yang memegang prinsip bukanlah orang yang suka “berteriak” tentang prinsipnya. Tetapi menjalani prinsip “secara diam-diam” karena suatu hari orang lain akan respek kepada Anda tanpa Anda perlu berteriak “prinsip” Anda.

Acara ditutup oleh kesimpulan dari Pak Prie GS, itu tuh budayawan yang keren abiz dan bakal mengocok perut Anda. Menurut Pak Prie GS, menjadi social entrepreneur itu perlu dari dalam rumah.  Kemudian di kompleks rumah. Baru kemudian ingkungan yang lebih besar. Karena itu, perhatikan keluarga Anda yang utama, bila berhasil maka akan mudah "bergerak" di lingkungan luar rumah.

Pak Rhenald Kasali sharing ttg social entrepeneur

Senyum khas Pak Prie GS yang berhasil meriuhkan ruang dengan tawa

*berdasarkan penuturan Pak Rhenald Kasali dengan Pak Prie GS pada Hari Minggu (8 April 2012).

Comments

  1. Saya bukan orang mati dong mba, suka milih jalan lain kalo berangkat kerja. Meskipun di tengah jalan pengen nangis karena tikungan tajam, banyak jeglongan. Derita nyari sesuap nasi :P

    ReplyDelete
  2. Jadi, kesimpulannya saya punya jiwa enterpreneurship yg bagus yah :P :mrgreen:

    ReplyDelete

Post a Comment