Belajar Menjadi Reporter #2: 10 Hal Perih bagi Reporter

Setelah seri pertama Belajar Menjadi Reporter sudah tayang. Baiklah, saya lanjutkan seri kedua, ya. Sebelumnya, mau ingetin lagi, ini berdasarkan pengalamanku sendiri sebagai mantan reporter audio visual dan reporter media online yang sekarang. Nggak tahu kalau menurut Mas Anang, eh, Reporter Lain maksudnya. Cap cus aja, ini dia 10 hal yang bikin reporter bete alaku.

Baca: Belajar Menjadi Reporter #1: Reporter Bukan Google 




Satu. Hari libur tapi harus liputan. 
Yaaa, namanya reporter, kadang weekend tetap kerja karena narasumber bisa ditemui saat itu. Misalnya, harus shooting aktivitas narasumber dengan hobinya yaitu main tembak. Kebetulan, komunitas airsoft gun kumpulnya hari Sabtu. Ya sudah, yang lain pada siap malam mingguan, sedangkan dulu aku malah kumpul sama bapak-bapak penggemar airsoft gun, hiks.

Dua. Nggak direspon sama narasumber. 
Sebelum wawancara, reporter harus pedekate, dong. Coba telepon narasumber, kalau nggak diangkat, ya coba lewat SMS/WA. Ada juga WA-nya cuma dibaca aja. Nasib, nasib. Anggap aja keypad HP-nya lagi eror, jadi nggak bisa bales cuma bisa baca. Oke, deh, coret wajah narasumber kek gini.

Tiga. Statusnya “digantung” oleh narasumber. 
Ada juga yang awalnya sangat mau diwawancarai. Eh, giliran daftar pertanyaan sudah dikirim, malah 14 purnama tidak dibalas sama sekali. Kayaknya narasumber itu terkena “virus Rangga AADC”, deh.
Empat. Batalin janji pas hari H. 
Waktu aku jadi reporter audio visual, narasumber kek gini yang bikin aku pengen terjun dari atap kantor aja, eeerrr... Apalagi kalau pas deadline. Lha kalau dia batalin mendadak, ternyata aku nggak dapat penggantinya, terus yang tayang di tipi siapa? Masak wajahku yang bukan tivi-able ini, hallah! 

Lima. Jawaban narasumber sangat pendek. 
Padahal, ya, sudah aku kasih pertanyaan yang diawali dengan kata “bagaimana” atau mengapa” itu kan jawabannya harus bercerita? Tapi ada lho yang cuma jawab beberapa kata. Gggrr! Rasanya pengen gigit narasumber itu aja #MaklumBelumSarapan.

Enam. Jawaban narasumber panjang tapi nggak nyambung. 
Ternyata, kalau jawabannya narasumber yang panjang juga bisa bikin bete karena nggak nyambung, cyn. Misalnya, dulu ada, tuh, yang aku tanya pendapat dia mengenai Pelukis A. Ternyata jawaban narasumber, Si Pelukis B, adalah: Pelukis A cenderung melukis orang, sedangkan saya itu melukis lebih banyak, nggak hanya orang, bla bla bla, sampe bibirnya ndower!

Tujuh. Nggak terekam. 
Kalau reporter audio visual, selalu ditemani oleh kameramen, kan? Pernah, lho, liputan pemusik muda, audionya dimatiin! Jadinya, cuma gambar tuh pemusik goyang-goyangin gitar nggak ada suaranya. Modyar!

Delapan. Tayang cuma sedikit. 
Jadi reporter nggak boleh baperan. Terkadang, sudah liputan dari subuh sampai subuh besoknya lagi, dari wajah full make up sampe maskara luntur semua, tapi yang tayang di tivi cuma 5 menit. Kalo sudah gitu, rasanya aku pengen beli stasiun tv aja #SokKaya, hihihi.

Sembilan. Batal tayang. 
Kalau tayang sedikit sebenarnya masih mending. Ada juga, yang liputan sambil minta narasumbernya goyang kayang, mendaki gunung, menggelinding, ternyata batal tayang, sodara-sodara! *narasumber langsung kapok diwawancarai, huhuhu, maap, yak.

Sepuluh. Batal kencan gegara liputan mendadak. 
Taelah. Makanya aku akhirnya berjodoh sama reporter juga. Soalnya yang paham dunia liputan gimana, hihihi.

Sudah ah, pada nunggu seri reporter ketiga, nggak?

Comments

  1. Nungguiiiinnnnn...

    Asyik juga ya ternyata, makanya jadi makin cinta ma praktek2 liputan begini.
    *mendadakdibelakangadatokekbunyi :p

    Menanti lanjutannya sambil ngupi2 ^^

    ReplyDelete
  2. Kalau pas narsum ngebatalin mendadak mending wawancara keluarga sendiri aja mbak haha.. *langsung melarikan diri karena dikejar mbak Wuri :)

    Mbak Wuri keren deh bisa bertemu orang-orang penting sebagai narsum, top markotop pokoknya.. *emot jempol

    ReplyDelete
  3. Wah noted mbak terima kasih sharing ilmunya...

    ReplyDelete
  4. Asiknyaa ya kalau jadi reporter dan bisa banyak pengalaman, mba :)

    ReplyDelete
  5. kalo sumbernya ngejawabnya pendek mungkin bahan nulis kita juga dikit ya. mgkn bisa ditambahin lagi tuh pertanyaannya mba..semangat ya

    ReplyDelete
  6. Hahahaha, seru juga yaaa :D. Aku punya temen reporter, walopun skr udh jd tv news anchor. Sering cerita juga gmn suka dukanya pas dia msh baru dulu dan menjadi reporter :D. Kal poo aku sepertinya ga cocok dgn pekerjaan ini, krn pertama aku ga luwes ngomong dpn kamera, dan ga suka kalo hrs tampil juga. :D

    ReplyDelete
  7. Suka duka seorang reporter banyak juga ya mbak Wuri. Yang lain pada libur kalo reporter harus siap setiap saat ya untuk liputan. Makasih sharingnya mbak.

    ReplyDelete
  8. Jadi reporter emang nggak semidah yang dibayangkan yaa, huhu.

    ReplyDelete

Post a Comment